Antara Moral, Amoral dan Immoral

Oleh: Jufri Hardianto Zulfan, S.H., M.H.,
(Akademisi dan Praktisi Hukum)

Kehidupan bermasyarakat di Indonesia dewasa ini, tentu saja memiliki berbagai macam perubahan, baik itu dari sisi tingkah laku, kebiasaan, pola hidup, hingga gaya hidup. Semuanya dapat berubah dengan sendiri. Ataupun dapat berubah karena pengaruh dari luar diri mereka.  
Moral merupakan seperangkat prinsip dan nilai yang membimbing perilaku individu dalam kehidupan sosial. Dalam konteks masyarakat modern yang semakin kompleks, keberadaan moral menjadi pilar penting dalam menjaga harmoni sosial, memperkuat keadaban publik, serta menjamin keberlanjutan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kata amoral berasal dari gabungan awalan “a-” yang berarti “tanpa” dan kata “moral”. Jadi secara harfiah, amoral berarti “tanpa moral” atau “tidak berkaitan dengan moral.”
Amoral adalah suatu sikap, pandangan, atau perilaku yang tidak mempertimbangkan aspek moral (baik atau buruk, benar atau salah) dalam pengambilan keputusan atau tindakan. Dalam konteks filsafat moral, istilah amoral berbeda dari immoral. Jika immoral berarti melanggar prinsip moral, maka amoral berarti netral atau tidak terlibat dalam pertimbangan moral sama sekali.
Immoral adalah suatu sikap, tindakan, atau perilaku yang secara sadar melanggar atau bertentangan dengan prinsip-prinsip moral yang berlaku dalam suatu masyarakat atau sistem etika tertentu. Istilah ini mengacu pada perbuatan yang dianggap tidak bermoral, yakni bertentangan dengan apa yang secara umum dinilai sebagai baik, benar, adil, atau layak.
Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan globalisasi telah membawa berbagai perubahan signifikan dalam pola pikir dan perilaku manusia. Dalam dinamika tersebut, nilai-nilai moral kerap kali mengalami tantangan, baik dari segi interpretasi maupun implementasinya. Fenomena seperti individualisme, relativisme moral, dan krisis kepercayaan sosial merupakan gejala nyata dari memudarnya nilai-nilai moral dalam kehidupan sehari-hari.
Secara etimologis, kata moral berasal dari bahasa Latin mos, moris yang berarti adat atau kebiasaan. Dalam pengertian terminologis, moral merujuk pada prinsip-prinsip baik dan buruk yang menjadi pedoman dalam bertindak. Moral berfungsi sebagai standar etis yang diterima secara kolektif oleh masyarakat untuk menentukan tindakan yang layak dan tidak layak.
Sumber-sumber moral dalam masyarakat dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori:
Agama: Nilai-nilai moral dalam ajaran agama menjadi rujukan utama bagi sebagian besar individu dalam menentukan tindakan yang benar dan salah.
Filsafat: Melalui pendekatan rasional dan reflektif, filsafat etika menawarkan dasar moral universal, seperti etika deontologis, utilitarianisme, dan etika kebajikan.
Budaya dan Tradisi: Kearifan lokal yang terwariskan lintas generasi juga menyumbang nilai-nilai moral yang membentuk identitas kolektif.
Hukum: Sebagian besar sistem hukum menginternalisasi nilai-nilai moral ke dalam aturan formal untuk menjaga ketertiban dan keadilan.
Tantangan terbesar yang dihadapi masyarakat dewasa ini adalah meningkatnya relativisme moral yang menyebabkan ambiguitas dalam menentukan nilai benar dan salah. Media sosial, misalnya, telah menjadi ruang yang mempercepat polarisasi nilai, penyebaran ujaran kebencian, serta normalisasi tindakan tidak bermoral. Selain itu, arus informasi yang tidak tersaring menyebabkan distorsi nilai dan menurunnya sensitivitas moral, terutama di kalangan generasi muda.
Untuk menjawab tantangan tersebut, diperlukan pendekatan strategis dalam menanamkan dan memperkuat moralitas publik, antara lain:
Pendidikan karakter sejak dini dengan integrasi nilai-nilai etika dalam kurikulum pendidikan formal dan non-formal.
Keteladanan moral dari pemimpin, tokoh masyarakat, dan figur publik.
Literasi digital sebagai upaya membangun kesadaran kritis terhadap informasi dan nilai yang dikonsumsi.
Penguatan peran keluarga sebagai institusi pertama dalam pembentukan kepribadian dan integritas moral anak.
Pelanggaran moral di Indonesia menunjukkan tren yang mengkhawatirkan dan melibatkan berbagai sektor kehidupan, mulai dari pemerintahan, dunia usaha, hingga ruang digital. Beberapa bentuk pelanggaran yang dominan meliputi korupsi berskala besar, pelanggaran hak asasi manusia (HAM), eksploitasi tenaga kerja, dan penurunan etika komunikasi di media sosial.
Korupsi masih menjadi bentuk pelanggaran moral paling mencolok, dengan keterlibatan pejabat publik dan sektor swasta dalam skandal bernilai triliunan rupiah. Praktik korupsi mencerminkan lemahnya integritas dan ketidakpatuhan terhadap norma kejujuran dan tanggung jawab publik.
Di sisi lain, pelanggaran HAM terjadi dalam bentuk represi terhadap kebebasan berpendapat, intimidasi terhadap jurnalis, dan pengesahan regulasi yang membuka ruang dominasi militer dalam pemerintahan sipil, yang berpotensi mengancam demokrasi.
Eksploitasi tenaga kerja juga mencuat, terutama dalam sektor industri strategis seperti kelapa sawit dan nikel, di mana pekerja dihadapkan pada risiko keselamatan kerja dan upah yang tidak layak. Hal ini mencerminkan lemahnya perlindungan terhadap hak-hak dasar pekerja.
Sementara itu, di ranah digital, marak terjadi ujaran kebencian, cyber bullying, dan penyalahgunaan Undang-Undang ITE untuk membungkam kritik. Fenomena ini menunjukkan degradasi moral publik yang semakin toleran terhadap kekerasan verbal dan intoleransi.
Kondisi ini diperparah oleh krisis etika kepemimpinan, yang menyebabkan kekecewaan generasi muda dan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara. Banyak kalangan muda merasa tidak memiliki harapan di tanah air, sebagaimana tercermin dari tren migrasi dan ketidakpercayaan terhadap sistem yang ada.
Untuk mengatasi krisis ini, dibutuhkan reformasi sistemik, penegakan hukum yang adil, serta investasi dalam pendidikan moral dan literasi digital. Kolaborasi multipihak—antara negara, masyarakat sipil, media, dan institusi pendidikan—menjadi kunci dalam memulihkan nilai-nilai moral publik dan membangun kembali kepercayaan kolektif.
Moral bukan hanya sekadar aturan sosial, melainkan fondasi etis yang menopang kehidupan bersama. Dalam masyarakat modern yang penuh tantangan dan dinamika, keberlangsungan moralitas publik menjadi kunci bagi terbentuknya masyarakat yang adil, beradab, dan berkelanjutan. Oleh karena itu, investasi dalam pembangunan moral merupakan agenda strategis yang harus diupayakan secara kolektif oleh seluruh elemen masyarakat.

Komentar

Postingan Populer