Hak Asasi Manusia Perspektif Konstitusi Oleh: Jufri Hardianto Zulfan, S.H., M.H.,(Direktur Riset Kawah Novelti Indonesia)
Suatu hal yang menjadi perdebatan sangat lama tentang eksistensi Hak Asasi Manusia di negara Indonesia akhirnya menemui titik temu dengan dicantumkannya Pasal-Pasal tentang HAM didalam Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini karena diawal kemerdekaan, terjadi perdebatan yang sangat seru di antara para tokoh negara memperdebatkan tentang perlu atau tidaknya memasukkan HAM dalam Undang-Undang Dasar. Menurut pandangan Soepomo dan Kubu Soekarno (dikutip dari modul UP.PKNI4317/Dasim Budimansyah/hal.5.6), hak asasi manusia atau HAM itu sangat identik dengan paham ideology yang cenderung liberalism dan individualisme. Karena itu gagasan hak asasi manusia untuk dicantumkan dalam konstitusi Negara itu sangat tidak cocok dengan sifat dan karakter masyarakat Indonesia. Soepomo mengkhawatirkan terjadi konflik atau adanya penindasan, karena hak asasi manusia tidak cocok dalam Negara Indonesia yang berasaskan kekeluargaan, karena antara pemerintah dan rakyat adalah tubuh yang sama, Negara dan rakyat adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Sementara Mohammad Yamin menghendaki adanya hak asasi manusia dimasukkan dalam konstitusi. Menurutnya tidak ada dasar apa pun yang dapat dijadikan alasan untuk menolak memasukkan hak asasi manusia kedalam Undang-Undang Dasar. Dari perdebatan tersebut membutuhkan kesepakatan sehingga dihasilkan naskah Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian sebenarnya sejak dahulu tatkala UUD 1945 disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945. Hak asasi manusia ditempatkan sangat penting oleh para pendiri Negara (the founding father). Khususnya terhadap pembukaan UUD 1945 tidak boleh dilakukan amandemen yang secara eksplisit karena memuat hal-hal;
Kemerdekaan ialah hak segala bangsa;
Penjajahan di atas dunia harus dihapuskan arena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan;
Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
Memajukan kesejahteraan umum
Mencerdaskan kehidupan bangsa
Ikut melaksanakan ketertiban dunia
Karena sudah dicantumkannya dalam Konstitusi tentang Hak Asasi Manusia, keberadaan dan perlindungan tentang HAM semakin kokoh. Hanya saja aturan yang memuat HAM dalam konstitusi masih bersifat umum dan sangat diperlukan keberadaan aturan-aturan yang berada dibawahnya.
Dalam bahasa hukum terkenal istilah Primus Interpares dari bahasa latin yang memiliki yang utama diantara sama (atau yang didahulukan seranting dari yang lainnya) artinya bahwa pada kondisi ini tidak ada hak yang di spesialkan kepada seseorang baik itu karena jabatannya, koleganya, keluarganya, pekerjaannya ataupun status-status lainnya yang dianggap mereka memiliki hak yang special di negara hukum Indonesia
Keberadaan Hak Asasi Manusia dituliskan dalam Konstitusi untuk melegalisasi bahwa HAM itu benar-benar menajdi perhatian untuk melindungi penduduk atau warga negara secara umum tanpa berdasarkan atas agama, etnis, ras, suku, jabatan ataupun hal-hal yang berbentuk kehidupan sosial lainnya. Hak Asasi Manusia tercantum dengan jelas dalam Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, diantaranya adalah Pasal 28A yang menerangkan, “setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Serta diantara Pasal yang lainnya adalah Pasal 28E ayat (2), menyatakan “setiap orang berhak atas kebebasan menyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. Ayat (2) “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”.
Dalam Pasal 28A sangat gamblang bahwa hak tersebut melekat pada setiap individu dengan kalimat “setiap orang” maka hak yang dimaksud oleh konstitusi adalah manusia yang seutuhnya layaknya manusia. HAM melekat kepada manusia maka manusia dijunjung tinggi martabatanya dilindungi kehormatannya. Disisi lain HAM tidak melekat kepada jabatan seseorang atau pangkat seseorang sehingga dalam negara hukum Indonesia tidak dikenal “martabat jabatan”. Maka pada kondisi ini konstitusi tidak menutup kemungkinan bahwa jabatan itu dapat dihinakan, dapat direndahkan dan dapat juga di kritik dan semacamnya, terkecuali hal tersebut telah diatur oleh perundangan. Maka kita manusia mesti dibedakan dengan jabatan. Manusia hidup, berfikir dan berperasaan serta sifatnya yang kolektif. Sedangkan jabatan adalah fungsional, pekerjaan, dan sifatnya publik. Maka sangat mustahil memperlakukan jabatan mirip dengan memperlakukan manusia. Yang terjadi justru akan berbahaya jika jabatan diberikan martabat layaknya manusia, karena jabatan memiliku semua power untuk mempermasalahkan, mempersangkakan seseorang atau sekelompok orang yang tidak sesuai dengan seseorang yang mendapatkan jabatana tersebut.
Hingga akhirnya, perlindungan Hak Asasi Manusia sejatinya juga dimaksudkan untuk melindungi manusia dari potensi penyalagunaan jabatan itu sendiri. Hingga tidak terjadi apa yang disebut dengan abuse of power didalam negara yang demoktratis seperti negara Indonesia. HAM yang dituliskan dalam Konstitusi negara Indonesia dan telah diakui bersama oleh segenap bangsa Indonesia sejak kemerdekaan hingga hari ini adalah dimaksudkan untuk melindungi kepentingan manusia hingga mereka menjadi manusia seutuhnya. HAM harus dimaknai untuk kepentingan dasar manusia bukan untuk kepentngan kekuasaan, kepentinngan jabatan ataupun kepentingan-kepentingan lainnya.
Komentar
Posting Komentar