Esensi Dasar Hak Asasi Manusia

Oleh: Jufri Hardianto Zulfan, S.H.,M.H.,
(Direktur Riset Kawah Novelti Indonesia, Pemerhati Hukum dan Politik)

Ditinjau secara harfiyah, kata hak berarti kewenangan untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Adapun kata Asasi berarti berasal dari kata asas yang berarti dasar, alas, dan fondasi, yaitu ‘sesuatu yang menjadi tumpunan berpikir atau berpendapat’. Kemudian kala itu mendapat imbuhan akhiran “i” lalu menjadi asasi. Kata asasi bermakna sesuatu yang bersifat dasar atau pokok. Secara istilah, kata hak asasi berarti kewenangan dasar yang dimiliki oleh seseorang yang melekat pada diri orang itu untuk melakukan sesuatu sesuai dengan pilihan hidupnya.
Adapun jika ditinjau secara etimologi, hak merupakan unsur normatif yang berfungsi sebagai pedoman perilaku, melindungi kebebasan, kekebalan serta jaminan adanya peluang bagi manusia dalam menjaga harkat dan martabatnya. Sedangkan asasi berarti yang bersifat paling mendasar atau fundamental. Istilah hak asasi mansuia sediri berasal dari istilah “droits I’home” (Prancis), “menslijkerecten” (Belanda), “fitrah” (Arab) dan “human right” (Inggris). Istilah human right semula berasal dari ‘right of human’yang menggantikan istilah ‘natural right’ yang selanjutnya oleh Eleanor Roosevelt diubah dengan diubah dengan istilah ‘human right’ yang memiliki konotasi lebih nertral dan universal. 
Dengan demikian hak asasi berarti hak yang paling mendasar yang dimiliki oleh manusia sebagai fitrah, sehingga taksatu pun mahluk dapat menginvestasinya apalagi mencabutnya dan merupakan anugerah yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintahan dan setiap orang demi terciptanya kehormatan dan harkat martabat manusia. Misalnya hak hidup yang mana tak satu pun manusia ini memiliki kewenagan untuk mencabut kehidupan manusia yang lain. 
Adapun menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dijelaskan bahwa: Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan marabat manusia. 
Pada kenyataannya, Hak Asasi Manusia (HAM) dipercayai memiliki nilai yang universal. Nilai universal berarti tidak mengenal batas ruang dan waktu, nilai universal ini yang kemudian diterjemahkan dalam berbagai produk hukum nasional di berbagai negara untuk dapat melindungi dan menegakkan nilai-nilai kemanusiaan. Bahkan nilai universal ini dikukuhkan dalam instrumen internasional, termasuk perjanjian internasional di bidang HAM, Namun kenyataan menunjukkan bahwa nilai-nilai HAM yang universal ternyata dalam penerapannya tidak memiliki kesamaan dan keseragaman. 
Penerapan instrumen hak asasi manusia internasional akan terkait dengan karakteristik ataupun sifat khusus yang melekat dari setiap negara dan pada karakteristik penduduknya. Adalah merupakan suatu fakta bahwa negara di dunia tidak memiliki kesamaan dari berbagai aspek, termasuk ekonomi, sosial, politik dan terpenting sistem budaya hukum sebagai akibatnya terjadi ketidakseragaman dalam pelaksanaan hak asasi manusia di tingkat paling nyata di masyarakat. 
Ada empat penyebab utama alasan perjanjian internasional di bidang hak asasi manusia tidak dapat ditegakkan oleh negara setelah diikuti, yaitu: 
Bagian pertama: perancangan dan pembentukan berbagai perjanjian internasional di bidang hak asasi manusia yang sangat terdeviasi (bias) oleh kerangka berpikir (framework of thinking) dari perancangnya. 
Bagian kedua: kendala pada saat perjanjian internasional diperdebatkan. 
Bagian ketiga: menyangkut tujuan pembentukan perjanjian internasional di bidang HAM yang dibuat tidak untuk tujuan mulia menghormati HAM melainkan untuk tujuan politis. 
Bagian keempat: perjanjian internasional di bidang HAM setelah diikuti kerap hanya mendapatkan perhatian secara setengah hati oleh negara berkembang.
Kemudian mucul pertanyaan, apakah sama hak dengan kebebasan ?, Hak dan kebebasan tentu saja sesuatu yang berbeda, berbeda dari sisi pengertian, dan tentu saja nantinya akan berbeda dalam sisi pengaplikasian, hanya saja sebagian akademisi menyederhanakan pengertian kebebasan sehingga kebebasan dianggap sesuatu yang bisa dan lumrah dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Kebebasan dapat dikatakan perbuatan yang secara umum “bebas” sama sekali dari nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat.
Sebagian para akademisi menuliskan tentang kebebasan dengan mengutip perkataan Monstesquieu, “bertindak apa yang diperbolehkan oleh aturan”. Jika kebebasan yang dimaksudkan seperti ini. Maka, penulis lebih cenderung hal ini dengan mengatakan “kebebasan terbatas” dalam artian kebebasan dibatasi oleh perundang-undangan jika negara tersebut sangat mengapresiasi pentingnya hukum atau Rule of Law. Hanya saja, yang menjadi bahan perhatian kita adalah ternyata tidak semua negara yang memfokuskan diri hanya terbatas pada norma hukum semata. Akan tetapi, mengakui dan bahkan sangat mengakui keberadaan norma-norma yang berjalan dan berperan aktiv dalam kehidupan masyarakat secara umum untuk serta turut membantu dan memainkan peran yang signifikan terciptanya ketentraman dan kedamaian masyarakat, yaitu keberadaan norma agama, norma, kesopanan, dan norma kesusilaan.  
Mendengar kata kebebasan, orang sering mengaitkannya dengan prilaku seseorang yang amoral, anarkis, membahayakan dan padanan lainnya yang cenderung berkonotasi negative. Kebebasan dapat bermakna kebebasan fisik, yaitu kebebasan yang bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain. Kebebasan berarti pula kebebasan psikologis, yaitu suatu ekspresi terbuka tentang sifat-sifat spontan dari watak manusia. Kebebasan juga bisa dipahami sebagai kebebasan sipil, hak untuk bertindak dalam rangka peraturan negara atau seperti yang dikatakan oleh Mostequieu “bertindak apa yang diperbolehkan oleh peraturan.
Adapun kebebasan perspektif Pancasila memiliki implikasi terhadap pemberdayaan masyarakat dalam berbagai hal dan bidang kehidupan sehari-hari, yang ditandai oeh beberapa hal. Diantaranya adalah kebebasan mengekspresikan kehendak politiknya. Dan ini sebenarnya merupakan salah satu pilar demokrasi. Namun demikian, kebebasan harus dihubungkan dengan kebebasan lainnya. Sehingga diperlukan suatu kesepakatan atau kontrak sosial yang memungkinkan adanya titik temu bagi beragam kepentingan tersebut. Kebebasan dalam kaitan ini bukanlah kebebasan mutlak yang boleh setiap orang mengekspresikan dengan menafsirkannya. Namun kebebasan yang tetap berada dalam koridor dan bingkai demokrasi dengan tetap menjunjung dan meneghargai hak-hak orang lain. Selain itu kebebasan dalam demokrasi adalah kebesan yang disertai penuh kesadaran dan tanggungjawab sosial. Kebebasan tidak berdiri sendiri, tetapi harus dikaitkan dengan norma, etika, hukum, dan kesadaran dan tanggungjawab kepada Tuhan Yang Maha Esa, kepada sesama manusia, serta bangsa dan negara. Sehingga meskipun bebas, tetapi tidak sampai melanggar norma-norma, etika, hukum dan juga hak dan tanggungjawab selaku warga negara.
  

Komentar

Postingan Populer