Filsafat Hukum: Upaya Mempertajam Pemahaman Hukum

Seperti yang sama-sama telah dipelajari di kampus-kampus jurusan hukum atau ilmu hukum, hukum tidak dapat difahami begitu saja dengan mencukupkan diri dengan membaca aturan perundang-undangan belaka. Mereka-mereka yang memaknai hukum hanya berhenti pada undang-undang jelas merupakan pandangan tidak komprehensif, karena faktanya ada banyak norma-norma selain undang-undang yang dipatuhi dan diakui oleh Masyarakat. Bahkan tidak jarang norma-norma selain hukum justru lebih berpengaruh terhadap kehidupan bermasyarakat. 
Filsafat Hukum merupakan suatu kajian yang membahas secara mendalam terkait dengan hukum yang berkaitan dengan esensi-esensi hukum itu sendiri. Misalnya yang berkaitan dengan prinsip-prinsip moralitas, seseorang mengatakan “seringkali pelanggaran hukum yang dilakukan oleh seseorang yang sebelumnya telah melanggar etika”. Itu artinya, siapapun yang berbuat ingin melanggar hukum meskipun perbuatan tersebut belum ia lakukan sejujurnya ia telah melakukan suatu pelanggaran yang disebut dengan pelanggaran etika. Maka etika jika mampu menjadi benteng kehidupan seseorang dengan kokoh, maka mustahil mereka akan melakukan pelanggaran hukum. Oleh sebab itulah Sebagian sarjana mengatakan “ suatu negara yang beretika dengan baik dan semupurna maka negara itu tidak memerlukan hukum untuk mengatur potensi terjadinya criminal. Sedangkan suatu negara yang minim kesadaran akan etika, maka jutaan lembaran produk hukumpun justru akan menjadi alasan untuk melakukan pelanggaran hukum.
Filsafat berasal dari dua kata yaitu philein/philos yang artinya cinta/kecintaan dan shopia yang artinya kebijaksanaan atau pengetahuan. Sedangkan dalam lkiteratur Bahasa Arab disebut dengan falsafah (hikmah) / kebijaksanaan. Secara sederhana filsafat artinya adalah Upaya sungguh-sungguh untuk mendapatkan pengetahuan/kebijaksanaan. Oleh sebab itulah, filsafat seolah-olah menjadi ruh suatu aturan perundang-undangan agar aturan tersebut benar-benar bermanfaat dimasyarakat secara umum.
Sebenarnya secara sederhana, siapapun bisa memahami dengan baik tentang hukum tanpa harus masuk kuliah pada fakultas hukum, mereka hanya perlu rajin membaca perundang-undangan, rajin membaca teori-teori dan literatur-literatur lainnya. Karena pada prinsipnya hukum adalah bagian dari ilmu social yang memang basisnya dapat saja dijangkau oleh mereka-mereka yang menaruh minat pada bagian itu.
Seorang sarjana menuliskan dalam bukunya, pandangan Phytagoras, manusia dapat dibagi ke dalam tiga tipe, yaitu mereka yang mencintai kesenangan, mereka yang mencintai kegiatan, dan mereka yang mencintai kebijaksanaan. Tujuan kebijaksanaan dalam pandangannya menyangkut kemajuan menuju keselamatan dalam hal keagamaan. Lebih lanjut, menurut Phytagoras bahwa sophia memiliki makna yang jauh lebih luas dari kebijaksanaan yang dipadankan dalam konteks awam. Sophia memiliki arti meliputi: kerajinan, kebenaran pertama, pengetahuan yang luas kebajikan intelektual, pertimbangan sehat, kecerdikan dalam memutuskan hal-hal paktis. Dalam hal ini, menurut Ali Mudhafar, inti ilsafat yaitu mencari keutamaan mental. Dalam pandangan Plato, yang menekankan pada objek ilsafat bahwa objek ilsafat ialah penemuan kenyataan atau kebenaran mutlak yang diperoleh melalui proses dialektika. Sedangkan Al-Farabi dalam pandangannya, ia mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu tentang alam yang maujud dan bertujuan menye lidiki hakikatnya yang sebenarnya. 
Intinya bahwa, filsafat mampu menjangkau apa yang sebenarnya tidak mampu dijangkau oleh hukum atau perundang-undang tentang suatu esensi tujuan dari dibuatnya undang-undang tersebut. Maka para pegiat hukum bukan hanya wajib memahami hukum dengan baik dan dengan utuh tetapi mempertajam pengetahuanya dengan filsafat hukum agar terjawab pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya esensial dari maksud tujuan itu dibuat.

Oleh: Jufri Hardianto Zulfan, S,H., M.H.,
Dosen Hukum, Direktur Riset Yayasan Kawah Novelti Indonesia

Komentar

Postingan Populer