Tantangan Efektivitas Koalisi Gemoi di Tubuh Pemerintahan Indonesia
Oleh ; Jufri Hardianto Zulfan, S.H., M.H.,
Dosen Hukum Universitas Sains dan Teknologi Indonesia
Kepala Divisi Pusat Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PPSDM PAHAM-RIAU)
Fenomena menarik di pemerintahan negara Indonesia dewasa ini adalah ramai-ramainya para politikus baik itu secara pribadi maupun kelompok melalui partai-partai yang mereka miliki bergabung dalam pemerintahan atau dalam bahasa yang sering kita dengar disebut dengan “koalisi”. Hampir tidak ada satupun partai yang secara terang-terangan berada pada posisi oposisi dengan harapan sebagai penyeimbang pemerintahan. Fenomena ini tentunya menjadi menarik karena setelah sekian puluh tahun negeri ini di pimpin oleh suatu pemerintahan yang kesemuanya memiliki barisan oposisi yang dapat dianggap sebagai kritikus dan sebagai pemerhati kebijakan jika suatu kebijakan tersebut dianggap tidak relevan dengan kepentingan rakyat dan negara Indonesia. Muncul pertanyaan menarik. Apa itu koalisi ? dan bagaimana koalisi ini mampu mampu menjawab tantangan zaman dewasa ini ?. dan yang paling krusial adalah apakah koalisi ini benar-benar untuk kemajuan negara atau hanya sebatas mengokohkan eksistensi kekuasaan tertentu belaka.
Hal ini menjadi urgent karena setidaknya ada 18 partai yang ikut berkompetisi pada pemilu 2024.Berikut adalah daftar partai politik yang berkompetisi dalam Pemilu 2024:Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Golongan Karya (Golkar), Partai NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP),Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Perindo, Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Hanura, Partai Garuda, Partai Gelora, Partai Ummat, Partai Buruh, Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), Partai Republiku Indonesia. Ini adalah partai-partai nasional yang bersaing dalam Pemilu 2024 di Indonesia. Yang hampir kesemuanya hari ini merapat di dalam tubuh pemerintahan Presiden Prabowo.
Koalisi adalah sebuah aliansi atau kerja sama antara dua atau lebih kelompok, partai politik, atau negara yang memiliki tujuan bersama. Dalam konteks politik, koalisi sering terbentuk untuk mencapai kekuatan mayoritas di lembaga legislatif atau untuk meraih kekuasaan eksekutif. Berikut ini adalah elemen-elemen utama yang terkait dengan koalisi:
1. Pengertian Koalisi. Koalisi adalah bentuk aliansi atau persekutuan antara beberapa pihak yang bekerja sama demi tujuan bersama. Biasanya koalisi dibentuk oleh partai politik yang tidak mampu mencapai mayoritas sendiri dan membutuhkan dukungan dari partai lain.
2. Tujuan Koalisi. Koalisi bertujuan untuk membentuk kekuatan politik yang lebih besar, misalnya untuk menguasai pemerintahan atau legislatif. Dalam lingkup internasional, koalisi antarnegara dapat dibentuk untuk mencapai tujuan diplomatik, ekonomi, atau militer tertentu.
3. Jenis Koalisi
Koalisi Pemerintahan: Biasanya terjadi ketika tidak ada partai tunggal yang memiliki mayoritas kursi di parlemen, sehingga partai-partai harus bekerja sama untuk membentuk pemerintahan. Koalisi Militer: Negara-negara bergabung dalam aliansi militer untuk menghadapi ancaman bersama, seperti dalam perang atau operasi perdamaian. Koalisi Ekonomi: Beberapa negara atau organisasi bisa membentuk koalisi untuk meningkatkan kerja sama ekonomi atau perdagangan antaranggota.
4. Karakteristik Koalisi. Sementara: Koalisi sering kali bersifat sementara dan dapat berakhir ketika tujuan tercapai atau ada ketidaksepakatan di antara anggotanya. Negosiasi dan Konsensus: Setiap anggota koalisi harus berkompromi untuk mencapai tujuan bersama, meskipun mereka mungkin memiliki pandangan atau kebijakan yang berbeda. Tantangan dalam Koalisi: Salah satu tantangan utama adalah perbedaan ideologi atau kepentingan antara anggotanya, yang dapat menyebabkan ketidakstabilan atau pembubaran koalisi. Secara keseluruhan, koalisi memainkan peran penting dalam stabilitas politik dan pemerintahan di banyak negara. Namun, keberhasilan koalisi sangat tergantung pada kemampuan pihak-pihak yang terlibat untuk bernegosiasi, mengelola konflik, dan mempertahankan kesatuan demi mencapai tujuan bersama.
Serta tentu saja ada ffek negatif dari koalisi, terutama dalam konteks politik dan pemerintahan, bisa cukup signifikan dan beragam. Berikut beberapa efek negatif yang mungkin muncul: Pertama, Instabilitas Pemerintahan Koalisi sering kali rentan terhadap perpecahan. Jika anggota koalisi tidak dapat mencapai kesepakatan tentang kebijakan tertentu, hal ini dapat menyebabkan ketidakstabilan politik, termasuk jatuhnya pemerintahan atau pemilu ulang. Koalisi yang tidak kuat bisa mengakibatkan pemerintahan yang sering berganti, mengganggu kelangsungan kebijakan. Kedua, Kompromi Berlebihan Setiap partai dalam koalisi biasanya harus berkompromi untuk mencapai konsensus. Namun, jika kompromi terlalu besar, hal ini dapat mengurangi efektivitas kebijakan dan memengaruhi kualitas pemerintahan. Kebijakan yang dihasilkan mungkin terlalu lemah atau tidak memuaskan semua pihak karena harus mengakomodasi kepentingan berbeda. Ketiga, Kurangnya Koherensi Kebijakan Karena koalisi terdiri dari berbagai partai dengan ideologi atau kepentingan yang berbeda, sulit untuk mencapai keselarasan dalam kebijakan. Akibatnya, pemerintahan koalisi bisa menghasilkan kebijakan yang tidak konsisten atau bahkan bertentangan satu sama lain, karena setiap partai berusaha untuk menerapkan agendanya sendiri. Ke empat, Proses Pengambilan Keputusan yang Lambat Koalisi dapat memperlambat proses pengambilan keputusan karena adanya kebutuhan untuk berkonsultasi dengan berbagai pihak yang terlibat. Setiap keputusan penting harus melalui negosiasi dan persetujuan bersama, yang bisa memakan waktu lama. Ini bisa menghambat kemampuan pemerintah untuk merespon masalah atau krisis dengan cepat. Dominasi Partai Besar Dalam beberapa kasus, partai besar dalam koalisi dapat mendominasi pengambilan keputusan, sehingga kepentingan partai-partai kecil atau minoritas terpinggirkan. Hal ini bisa menimbulkan ketidakpuasan di kalangan anggota koalisi yang lebih kecil, yang pada akhirnya dapat menyebabkan perpecahan atau keluarnya anggota dari koalisi. Ke lima, Kurangnya Tanggung Jawab dan Akuntabilitas Dalam pemerintahan koalisi, tanggung jawab sering kali tersebar di antara banyak partai. Akibatnya, jika terjadi kegagalan atau masalah, sulit untuk menentukan siapa yang harus bertanggung jawab. Ini bisa menyebabkan berkurangnya akuntabilitas, di mana setiap partai saling menyalahkan daripada bertanggung jawab atas tindakan kolektif mereka. Ke enam, Polarisasi Politik Koalisi yang terdiri dari partai-partai dengan ideologi yang sangat berbeda bisa memperparah polarisasi politik. Alih-alih bekerja sama dengan baik, ketegangan antarpartai dapat meningkat, menciptakan konflik internal yang merusak efektivitas pemerintahan. Ini bisa menambah ketegangan sosial di masyarakat yang memiliki pandangan politik yang beragam. Ke tujuh, Ketidakpuasan Publik Ketika kompromi terlalu banyak atau koalisi dianggap tidak stabil, publik mungkin merasa tidak puas dengan kinerja pemerintahan. Hal ini bisa menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi politik dan mengarah pada sikap apatis atau meningkatnya ketidakpercayaan terhadap proses demokrasi. Secara keseluruhan, meskipun koalisi dapat memperluas basis dukungan dan memfasilitasi kerja sama antarpartai, efek negatif seperti ketidakstabilan, kompromi berlebihan, dan lambatnya pengambilan keputusan dapat menghambat pemerintahan yang efektif dan akuntabel.
Terakhir yang ingin penulis sampaikan adalah, semoga saja koalisi yang terjadi begitu gemuk ini mampu memberikan dampak positif untuk negara ini. Meskipun secara teoritis penulis menilai akan sangat sulit mewujudkan visi dan misi yang solid karena perbedaan yang begitu banyak serta akan semakin berat jika kita berbicara untuk kemakmuran rakyat Indonesia jika para peserta koalisi di pemerintahan masih berbicara dalam lingkaran “conflict of interest” sesama mereka. "Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely" Oleh Lord Acton. Adagium ini menekankan bagaimana kekuasaan, terutama kekuasaan absolut, dapat merusak moralitas dan perilaku, "Politik adalah perang tanpa darah, sedangkan perang adalah politik dengan darah" Oleh Mao Zedong. Adagium ini menggambarkan hubungan antara politik dan konflik, yang sering kali berjalan sejajar.
Komentar
Posting Komentar